Minggu, 11 Desember 2016

POLARIZABILITAS



Elektron pada suatu atom mengalami pergerakan dalam orbital. Pergerakan atau perpindahan elektron pada suatu atom dapat mengakibatkan tidak meratanya kepadatan elektron pada atom, sehingga atom tersebut mempunyai satu sisi dipol dengan muatan lebih negatif dibandingkan sisi yang lain. Pergerakan ini menimbulkan dipol sesaat. 
Gambar dibawah ini menggambarkan perbedaan sebaran elektron pada orbital normal dan orbital yang mengalami dipol sesaat. Adanya dipol sesaat menyebabkan molekul yang bersifat non-polar menjadi bersifat agak polar.



Dipol sesaat pada suatu atom dapat mengimbas atom yang berada di sekitarnya sehingga terjadilah dipol terimbas yang menyebabkan gaya tarik-menarik antara dipol sesaat dengan dipol terimbas. Gaya ini yang disebut sebagai Gaya London.



Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul akan bertambah besar apabila molekul tersebut memiliki jumlah elektron yang semakin besar pula. Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul disebut polarisabilitas. Jumlah elektron yang besar berkaitan dengan massa molekul relatif (Mr) molekul tersebut, sehingga semakin besar Mr suatu molekul, maka semakin besar polarisabilitasnya dan semakin besar pula Gaya Londonnya.

Polarisabilitas ini sangat erat kaitannya dengan gaya london karena gaya london terjadi karena adanya polarisabilitas. Maka itu bila ada dua hal yang mempengaruhi gaya london maka hal tersebut juga akan mempengaruhi polarisabilitas, yaitu sebagai berikut:
1.   Ukuran Molekul
Polarisabilitas sangat erat hubungannya dengan massa relatif molekul. Pada umumnya molekul dengan jumlah elektron yang besar akan lebih mudah mengalami polarisabilitas. Hal ini terjadi karenasemakin besar molekul  maka akan semakin besar pula jumlah elektron yang dimemilikinya sehingga Pergerakan elektron yang mengakibatkan dipol sesaat dalam suatu molekul akan bertambah besar.Itu artinya,semakin besar nomor massa molekul relatif, maka semakin kuat pula gaya London yang bekerja pada molekul itu. Dan Semakin luas suatu atom atau molekul,rata-rata elektron valensi semakin jauh dari inti. Elektron valensi tersebut akan bertahan lebih kuat dan semakin mudah dapat membentuk dipol sementara. Sehingga distribusi elektron akan lebih mudah terjadi disekeliling atom  atau molekul dan dapat berdistorsi yang menyebabkan polarisabilitas,dimana bila polarisabilitas yang terjadi besar maka gaya london yang terjadi akan kuat,begitu pula sebaliknya.

2.   Bentuk Molekul
Bentuk molekul juga berpengaruh pada besarnya gaya london.dimana antara molekul neopentana dan n-pentana dapat dilihat perbedaannya :
Pada suhu ruang ,neopentana (C5H12) berwujud gas, sementara n-pentana (C5H12) berwujud cair.Gaya london antara molekul n-pentana lebih kuat daripada molekul neopentana,artinya polarisabilitasnya n-pentana lebih besar dibanding neopentana.Bentuk silindris dari molekul n-pentana membuat dapat berkontak satu sama lain daripada bentuk sferis  (lengkung) dari molekul neopentana.

Molekul mempunyai sifat polarisabilitas berbeda-beda. Polarisabilitas sangat erat hubungannya dengan massa relatif molekul. Pada umumnya molekul dengan jumlah elektron yang besar akan lebih mudah mengalami polarisabilitas. Jika semakin besar nomor massa molekul relatif, maka semakin kuat pula gaya London yang bekerja pada molekul itu. Misal, dua molekul propana saling menarik dengan kuat dibandingkan dua molekul metana. Molekul dengan distribusi elektron besar lebih kuat saling menarik daripada molekul yang elektronnya kuat terikat. Misal molekul I2 akan saling tarik-menarik lebih kuat daripada molekul Fyang lebih kecil.

Dengan demikian titik didih Iakan lebih besar jika dibandingkan dengan titik didih F2. Molekul yang mempunyai bentuk molekul panjang lebih mudah mengalami polarisabilitas dibandingkan dengan molekul dengan bentuk simetris. Misal deretan hidrokarbon dengan rantai cabang akan mempunyai titik didih lebih rendah jika dibandingkan dengan hidrokarbon dengan rantai lurus. Normal butana mempunyai titik didih lebih tinggi dibandingkan isobutana yang memiliki rantai cabang.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ilmukimia.org/2013/06/gaya-dispersi-london.html
https://sainsmini.blogspot.co.id/2015/11/penjelasan-tentang-gaya-antarmolekul.html

Minggu, 04 Desember 2016

GAYA VAN DER WAALS


Gaya Van Der Waals merupakan gaya tarik menarik listrik yang relatif lemah akibat kepolaran molekul yang permanen atau terinduksi (tidak permanen). Kepolaran permanen terjadi akibat kepolaran ikatan dalam molekulnya, sedangkan kepolaran tidak permanen terjadi akibat molekulnya terinduksi oleh partikel lain yang bermuatan sehingga molekul bersifat polar sesaat secara spontan. Gaya Van Der Waals dapat terjadi antara partikel yang sama atau berbeda. Karena Ikatan Van Der Waals muncul akibat adanya kepolaran, maka semakin kecil kepolaran molekulnya maka gaya Van Der Waalsnya juga akan makin kecil.
GAYA VAN DER WAALS dibagi berdasarkan jenis kepolaran partikelnya :
1. INTERAKSI ION – DIPOL (MOLEKUL POLAR)
Terjadi interaksi (berikatan) / tarik menarik antara ion dengan molekul polar (dipol).
Interaksi ini termasuk jenis interaksi yang relatif cukup kuat.
2. INTERAKSI DIPOL – DIPOL
Merupakan interaksi antara sesama molekul polar (dipol). Interaksi ini terjadi antara ekor dan kepala dari molekul itu sendiri. Berlawanan kutub saling tarik menarik dan jika kutubnya sama saling tolak – menolak. Partikel penginduksi dapat berupa ion atau dipol lain
3. INTERAKSI ION – DIPOL TERINDUKSI
Merupakan antar aksi ion dengan dipol terinduksi. Dipol terinduksi merupakan molekul netral, menjadi dipol akibat induksi partikel bermuatan yang berada didekatnya.  Kemampuan menginduksi ion lebih besar daripada dipol karena muatan ion >>> (lebih besar). Ikatan ini relatif lemah karena kepolaran molekul terinduksi relatif kecil dari dipol permanen.
4. INTERAKSI DIPOL – DIPOL TERINDUKSI
Molekul dipol dapat membuat molekul netrallain bersifat dipol terinduksi sehingga terjadi antar aksi dipol – dipol terinduksi.Ikatan ini cukup lemah sehingga prosesnya berlangsung lambat
5. ANTAR AKSI DIPOL TERINDUKSI – DIPOL TERINDUKSI (GAYA LONDON)
MEKANISME :
a. Pasangan elektron suatu molekul, baik yang bebas maupun yang terikat selalu bergerak mengelilingi inti.
b. Electron yang bergerak dapat mengimbas atau menginduksi sesaat pada tetangga sehingga molekul tetangga menjadi polar terinduksi sesaat.
c. Molekul ini pula dapat menginduksi molekul tetangga lainnya sehingga terbentuk molekul – molekul dipole sesaat.

Gaya London ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
-          Jumlah electron dalam atom atau molekul
Makin banyak electron yang dipunyai molekul makin besar gaya londonnya.
-          Bentuk molekul

Molekul yang memanjang/tidak bulat, lebih mudah menjadi dipole dibandingkan dengan molekul yang bulat sehingga gaya disperse londonnya akan semakin besar.  Ikatan Van der Waals juga ditemukan pada polymer dan plastik. Senyawa ini dibangun oleh satu rantai molekul yang memiliki atom karbon, berikatan secara kovalen dengan berbagai atom seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, dan atom lainnya. Interaksi dari setiap untaian rantai merupakan ikatan Van der Waals. Hal ini diketahui dari pengamatan terhadap polietilen, polietilen memiliki pola yang sama dengan gas mulia, etilen berbentuk bentuk gas menjadi cairan dan mengkristal atau memadat sesuai dengan pertambahan jumlah atom atau rantai molekulnya. Dispersi muatan terjadi dari sebuah molekul etilen, C2H4, yang menyebabkan terjadinya dipol temporer serta terjadi interaksi Van der Waals. Dalam kasus ini molekul H2C=CH2, selanjutnya melepaskan satu pasangan elektronnya dan terjadi ikatan yang membentuk rantai panjang atau polietilen. Pembentukan rantai yang panjang dari molekul sederhana dikenal dengan istilah polimerisasi.

Gaya tarik antar molekul akibat tarikan dipol-dipol, dipol-dipol terinduksi dan antar dipol-terinduksi. Dipol: (1) permanen, (2) terinduksi (akibat induksi dipol “sesaat”). Contoh: CO2 (s) : tarikan dipol permanen antar molekul CO2 I2 (s) : tarikan antar dipol terinduksi.
Kekuatan Ikatan ditentukan oleh:
• Ukuran molekul ↑
• Perbedaan keelektronegatifan ↑
• Jenis dipol: permanen / terinduksi

Umumnya, pengaruh jari-jari (pengaruh induksi) lebih dominan dibandingkan pengaruh kepolaran. Khusus gaya tarik yang disebabkan oleh dipol terinduksi, sering dinamakan dengan gaya London.

Interaksi van der Waals teramati pada gas mulia, yang amat stabil dan cenderung tak berinteraksi. Hal ini menjelaskan sulitnya gas mulia untuk mengembun. Tetapi, makin besar ukuran atom gas mulia (makin banyak elektronnya) makin mudah gas tersebut berubah menjadi cairan.

DAFTAR PUSTAKA

Sabtu, 03 Desember 2016

TAUTOMERI


Suatu senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam, dapat berada dalam dua bentuk yang disebut tautomer : suatu tautomer keto dan sebuah tautomer enol. Tautomer adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan yang lainnya hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen berhubungan. Tautomer keto suatu senyawa karbonil mempunyai struktur karbonil seperti diharapkan. Tautomer enol (dari –ena+-ol) yang merupakan suatu alcohol vinilik, terbentuk dengan serah-terima sebuah hidrogen asam dari karbon α ke oksigen karbonil. Karena atom hidrogen berada dalam posisi yang berlainan, kedua bentuk tautometrik ini bukanlah struktur-resonansi, melainkan dua struktur berlainan yang berada dalam kesetimbangan. (harus diingat bahwa struktur-struktur resonansi berbeda hanya dalam posisi elektron).
Di dalam kamus kimia SMA, tautomeri adalah perpindahan atom dalam satu molekul menjadi isomer. contohnya perubahan keto menjadi enol, amin menjadi imin.



Tautomerisme adalah kasus khusus dari isomersime struktur dan memainkan peran yang penting dalam pemasangan basa dalam molekul DNA dan RNA.

Tautomerisasi dikatalisasi oleh:
·         Basa (1. deprotonasi; 2. pemebntukan anion yang terdelokalisasi (misalnya enolat); 3. protonasipada posisi yeng berbeda pada anion).
·         asam (1. protonasi; 2. pembentukan kation yang terdelokalisasi; 3. deprotonasi pada sebelah posisi yang berbeda pada kation).
Pasangan tautomer yang umum adalah:
·         keton - enol, misalnya aseton (lihat: tautomerisme keto-enol).
·         amida - asam imidat, misalnya selama reaksi hidrolisis nitril.
·         laktam - laktim, sebuah tautomerisme amida-asam imidat pada cincin heterosiklik, misalnya pada nukleobasa guaninatimina, dan sitosina..
·         enamina - imina
·         enamina - enamina, misalnya selama reaksi enzim yang dikatalisasi oleh piridoksalfosfate.

Tautomeri terbagi 4:
Tautomerisme prototropik merujuk pada relokasi sebuah proton, seperti pada contoh di atas, dan dapat dianggap sebagai subbagian dari perilaku asam-basa. Tautomer prototropik adalah sekelompok keadaan protonasi isomerik dengan rumus empiris dan muatan total yang sama.
Tautomerisme annular adalah sejenis tautomerisme prototropik di mana sebuah proton dapat menduduki dua atau lebih posisi dalam sebuah sistem heterosiklik. Sebagai contoh, 1H- dan 3H- imidazola; 1H-, 2H-, dan 4H- 1,2,4-triazola; 1H- dan 2-H isoindola.
Tautomerisme rantai-cincin terjadi ketika perpindahan proton diikuti oleh perubahan struktur terbuka menjadi cincin, seperti pada bentuk aldehida dan piran glukosa.
Tautomerisme valensi adalah sejenis tautomerisme prototropik yang melibatkan proses reorganisasi ikatan elektron yang cepat. Contoh dari jenis tautomerisme ini dapat ditemukan pada bulvalena. Contoh lainnya adalah bentuk terbuka dan tertutup dari azida - tetrazola. Tautomerisme valensi memerlukan perubahan geometri molekul dan hal ini berbeda dengan struktur resonansi ataupun mesomer.
Tautomeri dapat mmempengaruhi kereaktifan suatu senyawa. Suatu pengecualian terhadap sifat keton yang tidak mudah teroksidasi, ialah oksidasi keton yang memiliki sekurang-kurangnya suatu hidrogen alfa. Suatu keton yang dapat menjalani tautomeri dapat dioksidasi oleh zat-pengoksidasi kuat pada ikatan rangkap karbon-karbon (dari) tautomer enolnya. Rendemen reaksi ini tidak digunakan untuk kerja sinetik, tetapi  sering digunakan dalam penuturan struktur.


DAFTAR PUSTAKA:

Alan R. Katritzky, A.R.; Elguero, J. et al. 1976. The Tautomerism of heterocycles. New York: Academic Press.

Smith, M. B.; March, J. 2001. Advanced Organic Chemistry, 5th ed. New York: Wiley Interscience. pp 1218-1223. 

Minggu, 27 November 2016

EFEK INDUKSI


Ketika kita membicarakan tentang kemampuan atom menyebabkan polarisasi ikatan, kita gunakan istilah efek induksi. Unsur-unsur elektropositif seperti litium dan magnesium menginduksi pemberian elektron, sedangkan unsur-unsur elektronegatif seperti oksigen dan klorin menginduksi penarikan elektron. Efek induksi sangat penting untuk memahami reaktivitas suatu senyawa. Efek ini tidak hanya dirasakan oleh ikatan tetangga, namun dapat pula berpengaruh sampai ikatan yang lebih jauh. Efek ini berkurang dengan bertambahnya jarak. Polarisasi ikatan C-C menyebabkan pula sedikit polarisasi tiga ikatan C-H metil.

Efek induksi : suatu aksi elektrostatik yang diteruskan melalui rantai atom dalam suatu molekul (melewati ikatan σ).
Dan efek itu dapat dinyatakan sebagai I- dan I+
I+ jika substituen yang terikat mendorong elektron (melepaskan e-)
I-    Jika substituen yang terikat menarik elektron
Efek induksi dari gugus yang terikat pada rantai R dari asam karboksilat (gugus COOH)

Di dalam keadaan dasar (ground state) efek-efek ini bekerja secara permanen dan dapat nyata dalam sejumlah sifat-sifat molekul. Salah hal yang paling ideal yang berhubungan dengan efek induksi adalah kecepatan solvolisis 4-(4-alkilbisiklo[2.2.2]oktan-1-ilbrosilat dalam asam asetat pada 75°C. Kecepatan relatif diberikan sebagai berikut:


Efek lain yang bekerja adalah efek medan. Efek ini bekerja tidak melalui ikatan tapi langsung melalui ruang atau molekul pelarut. Biasanya sulit untuk memisalkan efek induksi dengan efek ruang, tapi ada fakta yang menunjukkan bahwa efek medan tergantung pada geometri molekul sedangkan efek induksi hanya tergantung pada sifat ikatan. Sebagai contoh di dalam isomer 3 dan 4, efek induksi atom klor terhadap posisi elektron-elektron di dalam gugus COOH (dan oleh karenanya juga terhadap keasamannya) seharusnya sama karena keterlibatan ikatannya juga sama; tapi efek medan akan berbeda karena posisi klor dalam 3 lebih dekat ke COOH dibanding dengan di dalam 4. Jadi pembandingan keasaman 3 dan 4 seharusnya mengungkap apakah suatu efek medan benar-benar bekerja. Fakta yang diperoleh dari eksperimen seperti itu memperlihatkan bahwa efek medan lebih penting daripada efek induksi. Dalam kebanyakan kasus, kedua jenis efek tersebut dipertimbangkan secara bersama-sama.



Gugus fungsi dapat dikelompokkan sebagai gugus penarik elektron (-I) dan gugus pendorong elektron (+I) relatif terhadap atom hidrogen. Sebagai contoh gugus nitro adalah suatu gugus –I, gugus ini lebih kuat menarik elektron ke dirinya daripada atom hidrogen.

Dan sebagai contoh :
Efek-α

Nukleofil yang memiliki pasangan elektron bebas pada atom yang berdampingan langsung dengan pusat nukleofil (posisi a) tampak sebagai pendonor yang sangat kuat. Spesies-spesies seperti ini meliputi hidrazin, hidroksil amina, dan peroksida. 


Sifat-sifat ini sangat kontras dengan lemahnya sifat basa yang dimiliki akibat efek induksi heteroatom yang ada di sampingnya. Sebagai contoh, ion hidroperoksida (HO-O-) kurang asam daripada OH- dengan faktor 1014, tapi lebih reaktif sebagai nukleofil dalam menggantikan bromida pada asam bromoasetat dengan faktor sekitar 20. Asal dari hiperaktivitas tersebut tampak terletak pada interaksi antara pasangan-pasangan elektron bebas atom-atom yang berdampingan menghasilkan peningkatan energi HOMO dan peningkatan perilaku sifat basa “lunak”. Sesuai dengan hal tersebut di atas, substitusi nukleofilik SN2 metil iodida oleh dua buah basa yang pKɑ-nya berimbang memperlihatkan perbandingan tetapan kecepan reaksi seperti berikut,



dan pelepasan gugus p-nitrofenol dari p-nitrofenil asetat terjadi 71 kali lebih cepat oleh hidroperoksida daripada ion hidroksida, meskipun basa ion hidroksida lebih kuat sebesar 4 satuan (faktor 10.000).


Akan tetapi, reaksi antara fenil asetat dengan amina-amina di dalam media berair, hidrazin bereaksi pada suatu kecepatan normal sesuai dengan harga pKɑ-nya, dan tidak ada efek- yang bekerja. Tampaknya efek- hanya penting jika nukleofil bertindak sebagai basa yang sangat lunak, dan interaksi elektrostatik dengan pusat elektrofil pada interaksi awal adalah sangat kecil. Tinggi aktivitas relatif nukleofil- untuk suatu pusat karbon terhadap proton dibandingkan dengan nukleofil “normal” (sebagai contoh CH3O-) diduga berasal dari sifat orbital molekul. Oleh karena penurunan energi HOMO nukleofil normal selalu disertai dengan penurunan sejumlah kecil muatan negatif pada pusat nukleofil maka mengurangi komponen “keras” dan “lunak” reaktivitas. Di dalam nukleofil-,penurunan muatan mengarah kepada penurunan reaktivitas.

Efek induksi mirip dengan efek mesomeri, efeknya yaitu terpolarisasi secara permanen dalam keadaan dasar molekul dan oeh karena itu dinyatakan dalam sifat fisika senyawanya. Mesomeri hanya dapat terjadi pada senyawa tak jenuh, namun efek induksi dapat terjadi pada senyawa jenuh maupun tak jenuh. Efek induksi hanya terbatas pada jarak yang terbatas, sedangkan efek mesomeri dapat terjadi sepanjang molekul masih menyediakan sistem terkonjugasi.

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus. 2009. Modul Kimia Organik Fisis I. Makassar: Unhas Press. 
Prasojo, S. L. BUKU PEGANGAN KULIAH UNTUK MAHASISWA FARMASI. Semarang: Sekolah Tinggi Ilmu                Farmasi “Yayasan Pharmasi”.



Minggu, 20 November 2016

GUGUS FUNGSI


Gugus fungsional (istilah dalam kimia organik) adalah kelompok gugus khusus pada atom dalam molekul, yang berperan dalam memberi karakteristik reaksi kimia pada molekul tersebut. Senyawa yang bergugus fungsional sama memiliki reaksi kimia yang sama atau mirip. Persenyawaan dengan gugus fungsional yang sama akan mempunyai sifat kimia yang sama. Semua gugus fungsional bersifat hidrofilik sehingga meningkatkan kelarutan senyawa organik dalam air.

Beberapa jenis gugus fungsi organik

Identifikasi gugus fungsi
1. Identifikasi Gugus Fungsi pada Alkanol/Alkohol (R–OH)
a. Alkohol bereaksi dengan logam Na menghasilkan gas hidrogen.
2 ROH + Na → 2 RONa + H2
b. Reaksi alkohol dengan asam karboksilat dan sedikit asam mineral (H2SO4 atau HCl) akan membentuk suatu ester.
c.  Alkohol dengan struktur R–C–CH3 (R = H atau alkil)
                                                      OH 
    memberikan hasil positif terhadap tes iodoform.
d. Alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehida (RCHO). Jika oksidasi dilanjutkan, menjadi asam karboksilat.
e. Oksidasi alkohol sekunder membentuk keton.
f. Alkohol tersier tidak dapat teroksidasi dalam keadaan basa.
g. Alkohol bereaksi dengan hidrogen halida.
h. Pada temperatur tinggi dan dengan adanya asam sulfat, suatu alkohol akan mengalami reaksi eliminasi.
2. Identifikasi Gugus Fungsi Aldehida
a. Aldehida mudah dioksidasi menjadi asam karboksilat. Oksidasi aldehida oleh pereaksi Tollens membentuk cermin perak.
b. Aldehida dapat direduksi membentuk alkohol primer.
c. Adisi HCN pada aldehida menghasilkan senyawa sianohidrin.
d. Dalam basa pekat, aldehida (yang tidak mengandung hidrogen alpha) mengalami oksidasi dan reduksi (otoredoks) menghasilkan campuran alkohol dan garam karboksilatnya. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi Cannizzaro.
e. Jika aldehida direaksikan dengan larutan NaOH encer pada temperatur kamar atau lebih rendah, terjadi dimerisasi yang biasa disebut sebagai ”aldol”.
3. Identifikasi Gugus Fungsi Keton
a. Alkanon yang mengikat metil pada gugus ketonnya (R–CO–CH3) memberikan tes iodoform positif.
b. Adisi pereaksi Grignard pada alkanon menghasilkan alkohol.
c. Adisi sianida pada alkanon menghasilkan sianohidrin.
4. Identifikasi Gugus Fungsi Karboksil
a.Sifat keasamannya menjadikan reaksi dengan logam membentuk garam.
b.Bereaksi dengan alkohol membentuk ester.
c.Reduksi asam karboksilat menghasilkan alkohol primer. 

HIDROKARBON (ALKANA, ALKENA, DAN ALKUNA)
 Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa yang disusun oleh atom hidrogen (H) dan karbon (C). Mempunyai rumus umum CnH2n+2, alkena mempunyai rumus umum CnH2n , sedangkan alkuna mempunyai rumus umum CnH2n-2. 

Tatanama alkana 
1. Menggunakan awalan (met. .. et.. prop ... ..., dll) yang menunjukkan jumlah carbons pada kerangka induk dari rantai molekul, dan dan akhiran ana untuk menunjukkan bahwa molekul merupakan alkana. 
2. Kelompok yang melekat pada rantai induk disebut substituents dan diberi nama menggunakan awalan untuk jumlah carbons dalam rantai substituen dan akhiran il, misalnya, metil, etil, propil, dodekil, dan diberi nomor sesui nomor atom karbon rantai induk dimana substituen tersebut terikat. 
3. Pemberian nomor dimulai dari ujung rantai yang paling dekat dengan letak substituen
Alkena dan Alkuna 
Alkena dan alkuna merupakan senyawa hidrokarbon yang mengandung ikatan rangkap dua dan tiga. Berdasar aturan IUPAC hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap dua diberi nama alkena, sedangkan yang mempunyai ikatan rangkap tiga disebut alkuna. 
CH3CH3      CH2=CH2      HCΞCH 
    Etana             etena            etuna 
Trivial : etilena asetilena 
Bila rantai induknya mengandung empat karbon atau lebih, harus digunakan sebuah nomor untuk menunjukkan posisi ikatan rangkap atau ganda tiga. Rantai itu diberi nomor sedemikian sehingga ikatan rangkap dua atau tiga memperoleh nomor serendah mungkin.

“ KEISOMERAN “
Senyawa – senyawa yang mempunyai rumus molekul yang sama di sebut Isomer. Keisomeran karena perubahan struktur disebut keisomeran struktur, sedangkan keisomeran karena perubahan konfigurasi disebut keisomeran ruang. Keisomeran struktur dapat berupa keisomeran kerangka, posisi dan fungsi. Sedangkan keisomeran ruang dapat berupa keisomeran geometris dan optis.
1. Keisomeran rangka : Mempunyai rumus molekul dan gugus fungsi sama, namun rantai induk berbeda.
2. Keisomeran posisi : Mempunyai rumus molekul, gugus fungsi dan kerangka yang sama namun berbeda letak ( Posisi ) gugus fungsinya.
3. Keisomeran gugus fungsi : Mempunyai rumus molekul yang sama, namun berbeda gugus fungsi. 
Terdapat 3 pasangan Homolog yang mempunyai rumus yang sama yaitu :
1). Alkohol dengan Alkoksialkana mempunyai rumus umum CnH2n+2O
2). Alkanal dengan Alkanol, mempunyai rumus umum CnH2nO
3). Asam Alkanoat dengan Alkil alkanoat, mempunyai rumus umum CnH2nO2
4. Menentukan jumlah isomer struktur
Jumlah isomer struktur yang dapat terbentuk dari suatu senyawa bergugus fungsi tunggal dapat ditentukan berdasarkan jumlah kemungkinan gugus alkil yang dapat di bentuk oleh seyawa itu.
a. Alkohol CnH2n+2O
Mempunyai struktur umum R – OH. Jadi, jumlah kemungkinan isomer alkohol sama dengan jumlah kemungkinan gugus alkilnya ( R )
b. Alkoksialkana, CnH2n+2O atau R – O – R
Atom karbon dalam molekul eter terbagi dalam dua gugus alkil. Jumlah kemungkinan isomer sama dengan jumlah kombinasi dari kedua gugus alkil tersebut.
c. Alkanal, CnH2nO atau R – CHO
satu atom karbon dalam alkanal menjadi bagian dari gugus fungsi sisanya merupakan gugus alkil. Jumlah isomer bergantung pada jumlah kemungkinan gugus alkilnya.
d. Alkanon, CnH2nO atau R – CO – R
satu atom karbon dalan alkanon menjadi bagian dari gugus fungsi, sisanya + bagi dalam dua gugus alkil. Jumlah isomer bergantung pada jumlah kemungkinan kombinasi gugus alkilnya
e. Asam Alkanoat, CnH2nO2 atau R – COOH
Jumlah kemungkinan isomer asam alkanoat sama dengan alkanot yang setara
f. Alkil alkanoat, CnH2nO2 atau R – COOR
g. Halo Alkana, CnH2n+1 X atau R – X
Jumlah kemungkinan isomer haloalkana sama dengan alkanol yang sesuai
5. Keisomeran Geometris
Tergolong isomer ruang, mempunyai rumus molekul dan struktur yang sama. Keisomeran ini terjadi karena perbedaan konfigurasi molekul. Keisomeran geometris mempunyai dua bentuk yang di tandai dengan :
Cis : Gugus sejenis terletak pada sisi yang sama
Trans : Gugus sejenis terletak berseberangan
6. Keisomer Optis
Bidang getar di sebut bidang polarisasi. Alat untuk mengubah cahaya biasa menjadi cahaya terkutub di sebut polarisator. Berbagai jenis senyawa karbon menunjukkan kegiatan optis yaitu dapat memutarkan bidang polarisasi, senyawa – senyawa yang dapat memutar bidang polarisasi di sebut optis aktif. Keisomeran ini berkaitan dengan sifat optis contohnya 2 – Butanol. Mempunyai 2 isomer optis yaitu d – 2 Butanol dan L – 2 – Butanol.
Menurut Lebel dan Vanf Hoff, keisomeran optis di sebabkan adanya atom karbon asimetris dalam molekul yaitu atom c yang terikat pada 4 gugus yang berbeda. Senyawa yang mempunyai atom karbon asimetris bersifat kiral, dua isomer yang merupakan bayangan cermin satu dengan yang lainnya disebut enansiomer. Isomer – isomer yang bukan enansiomer disebut diastereoisomer. Sudut putaran di tentukan melalui percobaan dengan alat polarimeter. Campuran ekimolar dua enansiomer disebut campuran rasemat dan bersifat optis tak aktif.
DAFTAR PUSTAKA
https://dsupardi.wordpress.com/kimia-xii-2/sentawa-organik/
https://id.wikipedia.org/wiki/Gugus_fungsional
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pendalaman%20materi%20kimia%20organik.pdf